TOKOH-TOKOH LINTAS IMAN BERBAGI KESAN DAN HARAPAN DARI PAUS FRANSISKUS
Tokoh-tokoh lintas iman dari agama Islam, Buddha, Protestan, Katolik,
serta tokoh masyarakat berbagi kesan dan harapan mereka terhadap
terpilihnya Jorge Mario Kardinal
Bergoglio SJ (76) sebagai pemimpin Gereja Katolik yang baru, dengan nama
Paus Fransiskus, dalam pertemuan mereka, sehari setelah terpilihnya
Paus yang baru itu, 15 Maret 2013.
PEN@ Indonesia yang baru
saja mendapatkan laporan peristiwa itu. Pertemuan yang dilaksanakan oleh
tim kerja Hubungan Antaragama dan Kemasyarakatan Paroki Santo
Fransiskus Xaverius Kebondalem, Semarang, bekerja sama dengan Komisi
Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang dan
dihadiri sekitar 30 orang, termasuk biarawati dan sejumlah orang muda
lintas iman, di aula paroki itu, 4 April 2013, langsung diangkat untuk
pembaca media ini.
“Paus Fransiskus tentunya akan sangat
berpengaruh terhadap relasi antarumat beragama baik di dunia atau pun di
Indonesia.” Pendapat itu dikemukakan oleh tokoh intelektual muda Islam,
Tedi Kholiludin, yang merasa bahwa dengan terpilihnya Paus Fransiskus,
Ajaran Sosial Gereja (ASG) akan terimplementasikan dengan baik.
Pelaksanaan ASG, menurut Kholiludin, terus menerus yang menjadi
harapan, tidak hanya dari umat Katolik, tetapi juga umat beragama pada
umumnya. “Agama Katolik sangat maju dalam konsep ASG, tetapi umatnya
kedodoran dalam praksis,” tegas Kholiludin. Paus baru itu, lanjutnya,
akan sangat berpengaruh terhadap relasi antarumat beragama baik di dunia
atau pun di Indonesia.
Berkaitan dengan pemilihan Paus,
Pandita Buddha Henry Basuki mengatakan bahwa sebenarnya masyarakat juga
mengharapkan pemimpin yang baik, tidak hanya di umat Katolik, tetapi di
seluruh umat beragama. “Pemimpin itu siap melayani, bukan siap
dilayani,” katanya. Kepemimpinan model itu, tegasnya, sudah hampir
hilang di Indonesia yang saat ini sedang dilanda krisis kepemimpinan.
Pendeta Gereja Isa Almasih Priggading Semarang Musa Prayitno menganggap
terpilihnya pemimpin umat Katolik sedunia itu merupakan fenomena luar
biasa karena paus yang terpilih bukan dari Eropa, tapi dari Amerika
Latin. “Ini fenomena luar biasa. Artinya ada perubahan,” tegasnya.
Menurut pendeta itu, Paus Fransiskus adalah tokoh yang menjalankan pola
hidup yang sederhana. “Dengan peristiwa itu, saya berharap kasih di
dunia, kasih kepada manusia, apa pun agamanya atau kepercayaannya
dilakukan,” katanya.
Pendeta Musa juga menangkap kesan bahwa
paus baru menjalin komunikasi dengan “blusukan”. “Dia memikirkan dunia
ini yang sudah porak-poranda hampir di semua negara. Jadi dengan
peristiwa-peristiwa ini, saya yakin dan percaya, Sang Pencipta mempunyai
tujuan yang mulia. Dan Paus ini akan mewarnai semua umat manusia,”
katanya.
Dia berharap, kasih dikembalikan seperti semula dan
umat manusia saling peduli dan mengerti. “Jadi, Paus yang baru itu, saya
yakin dan percaya, akan membawa perubahan untuk umat sedunia.”
Tokoh masyarakat, Harjanto Halim, mengungkapkan rasa herannya mengapa
semua umat Katolik di dunia, dari negara maju sampai negara terbelakang,
negara kaya sampai negara miskin, negara demokratis sampai negara
otoriter, menerima Paus Fransiskus dengan kepatuhan yang luar biasa.
“Figur beliau sangat melayani. Dia sadar sekali bahwa pemimpin itu
bukan untuk dilayani tapi untuk melayani. Ini bisa menjadi contoh yang
sangat luar biasa sekali. Tidak cuma Jokowi, juga Paus yang baru ini pun
sudah memberikan teladan yang sangat luar biasa sekali,” ungkapnya.
Mulyono, tokoh Perhimpunan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) berharap
Paus Fransiskus bisa menjalin kerja sama yang baik antarumat beragama di
dunia dan bisa menjalin kerja sama dalam masalah-masalah kemanusiaan,
serta dalam membangun generasi muda.
“Dan yang paling kita
harapkan, (Paus Fransiskus) bisa membawa misi perdamaian di dunia.
Sekarang, misalnya, ada krisis nuklir di Korea. Kalau sampai meletus kan
bahaya dan kiamat. Misi perdamaian dunia juga luas, bisa menjembatani
jalur Gaza yang dalam kurun waktu tertentu tidak ada penyelesaiannya.
Saya harapkan paus baru ini bisa menjadi jembatan perdamaian,” katanya.
Paus baru itu, lanjutnya, bisa membuat Gereja lebih rendah hati, sesuatu yang lebih dekat pada Injil.
Ketua Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung
Semarang, Pastor Aloysius Budi Purnomo Pr menyampaikan keistimewaan Paus
baru yang memakai nama Fransiskus yang merujuk pada tokoh Santo
Fransiskus Asisi, yang diterima sebagai simbol perdamaian dengan doa
perdamaian yang sangat terkenal. “Maka, dalam rangka lintas iman, figur
dan nama itu sudah sangat representatif,” kata imam itu.
Ketika
menjadi Uskup Agung di Argentina, cerita imam itu, Paus Fransiskus
tidak mendukung Teologi Pembebasan sebagai teori-teologi, “tetapi
mempraktekkan Teologi Pembebasan melalui hidupnya.” Jadi, lanjut imam
itu, Paus itu “mengangkat teologi pembebasan tidak dengan pedang, tidak
dengan perang, tidak dengan perlawanan-perlawanan yang menumpahkan
darah, tetapi melalui kesaksian hidup sehari-hari yang dekat dengan
rakyat.”***
No comments:
Post a Comment